Senin, 05 Agustus 2013

Penananan Hutan Perlu Pemahaman

NGABANG – Masih rendahnya pengetahuan akan arti penting keberadaan hutan yang ada di sekitar kawasan satu daerah terutama di kabupaten Landak, agaknya sangat perlu segera di bangun kembali. Kendati selama ini sepertinya baik pengamanan, penanganan maupun rehabilitasi hutan maupun upaya untuk peyelamatan hutan dan sejenisnya, sepertinya belumlah menyentuh secara keseluruhan, sehingga masih sangat perlu sentuhan yang betul-betul mengena pada sasaran yang di maksut. Dikatakan Plt. Kadis Hutbun Landak, Vinsensius, S.Sos, MM, sebaliknya upaya rehabilitasi hutan dan lahan yang di bangun selama ini oleh pemerintah pusat cendrung di nilai sebagai salah satu bentuk proyek yang menjurus pada bisnis karena memiliki anggaran. “Kalau kita lihat pengertian akan pentingnya pengetahuan tentang keberadaan masalah hutan itu masih sangat kurang. Yang dominannya justru gerakan rehabilitasi hutan dan lahan (Gerhan ) justru di nilai tidak lebih dari hal yang berbentuk proyek dan pikiran ini yang sering timbul sehingga pemahaman yang seperti inilah yang sangat keliru dalam rangka memahami hutan itu sebagai salah satu tempat yang harus selalu ada dan terpelihara dengan baik sesuai dengan pungsinya,” ujarnya.Selain itu, program Gerhan yang selama ini di terapkan pada semua daerah yang ada masih menggunakan konteks kontraktual yang pada akhirnya penaganan hutan yang melibatkan semua steackholder yang berkepentingan terhadap hutan ternyata sangat kurang terlibat. Untuk itu ungkapnya, dari program yang ada tersebut saat ini nyaris tidak melibatkan peranserta masyarakat yang artinya tidak memiliki pemberdayaan masyarakat .Sehingga, keberadaan hutan yang ada di daerah Kabupaten Landak sangat berbeda kalau di klasifikasikan dengan hutan yang ada di daerah luar Kalimantan seperti di daearh jawa. “Kalau hutan di Kalimantan jangan di samakan dengan hutan yang ada di pulau jawa,juga jangan di samakan dengan hutan yang ada Sumatra atau daerah lain penanganannya. Karena Hutan di Kalimantan itu spesifikasinya adalah hutan yang di miliki masyarakat yang berada di wilayah sekitar hutan atau masyarakat Kalimantan, karena masyarakat yang ada sampai saat ini masih sangat dekat dengan hutan yang ada,” ungkapnya seraya mengatakan dalam pemberlakuan hutan yang ada di daerah Kalimantan memang seharusnya bersipat spesifik yang artinya dalam penangan kelestarian hutan yang ada sebaiknya dapat langsung melibatkan semua steakholder yang berkepentingan di kawasan tersebut.Menurut pria kalem ini, dari satu sisi sering terjadi penapsiran bahwa masyarakat di daerah Kalimantan yang berada di sekitar kawasan hutan yang melakukan aktifitas ladang berpindah juga sering mendapat penafsiran perambahan hutan. Padahal apa yang di lakukan oleh masyarakat seperti itu tidak lebih dari satu tahun namun demikian hal tersebut selalu di tanami dengan berbagai tanaman yang juga sama dengan program yang di miliki dalam gerhan. “Sebenarnya akibat yang ada sekarang itu juga terletak pada pola penangan hutan atau gerhan ini menggunakan pola yang di tetapkan sehingga pemberlakuannya juga tetap pada pola sentralistik. Sehingga muatan-muatan local yang berlaku pada daerah yang sebagai daerah sasaran gerhan ini sepertinya terabaikan bagi kegiatan gerhan, ” paparnya. Apa yang sudah di lakukan dan di tetapkan oleh pemerintah tidak salah tetapi output hasil kegiatan tersebut tidak  sesuai dengan pola sentralistik yang ada di masyarakat yang ada di  daerah. Terkait dengan hal tersebut katanya, dala penerapan pola di  magsud maka sudah di anggap perlu pemerintah pusat mengakomodir  kebijakan yang ada pada daerah. Terutama mengenai hal kedekatan masyarakat yang ada dengan hutan serta masalah ladang berpindah yang di garap yang di golong sebagai perambahan hutan karena dari kegiatan tersebut sudah menebang hutan yang masih cukup asli. Padahal dari kegiatan tersebut akan sangat berbeda dengan perambahan hutan yang semestinya. Karena ladang berpindah justri akan tumbuh habitat baru yang juga di sertai peremajaan lokasi ladang yang ada. Sehingga harapnya mengenai kegiatan gerhan memang harus di sesuaikan dengan kondisi masyarakat yang ada pada satu daerah untuk bernegosiasi dengan alamnya yang selalu di gunakan untuk mencari hidupnya, maka pada saat itu pula dapat di lakukan muatan-muatan gerhan. Sehingga pada saat masyarakat selesai mengarap lokasi ladang dapat di anjurkan untuk menggunakan program gerhan. Hanya hasil dari muatan local tersebut tidaklah serta merta dapat di lihat secara langsung tetapi dapat di lihat pada 5 atau 6 tahun kemudian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar