Senin, 05 Agustus 2013

Bukit Batu Pakumbang

Rute jalan-jalan saya kali ini adalah menuju Bukit Batu di daerah desa Pakumbang, Kecamatan Sompak Kabupaten Landak Propinsi Kalimantan Barat.

Untuk menuju bukit batu kita bisa melalui Pontianak Kalimantan Barat, dari Bandara Supadio naik taxi ke terminal Batu Layang Pontianak kira-kira 45 menit, lalu dari Batu Layang naik bus jurusan Pakumbang dengan waktu tempuh sekitar 3-4 jam. Jika sudah ketinggalan bus jurusan Pakumbang (karene memang sangat terbatas) bisa naik bus jurusan Sintang atau Sanggau atau Jurusan Kuching Malaysia dan turun di Sebadu. Desa Sebadu kira-kira 30 menit dari Makam Juang Mandor. Setelah sampai di Sebadu bisa naik ojeg ke desa Pakumbang dengan jarak tempuh sekitar 1 jam.
Di Pakumbang saya ketemu dengan teman-teman saya, Firman, Adias Ramos, Sekundus, dan Sibar. Mereka adalah pemuda-pemuda Pakumbang yang semuanya dari suku dayak Kanayatn/Ahe. Firman dan Adias Ramos saat ini bekerja di perkebunan Kelapa Sawit, Sekundus bekerja sebagai Guru SMP dan Sibar sebagai petani. Yang unik keempat teman saya tadi semuanya mempunyai jabatan yang sama yaitu anggota BPD (Badan Perwakilan Desa) Pakumbang.
Sibar, Adias Ramos, Sekundus dan Firman.
Sibar, Adias Ramos, Sekundus dan Firman.
Saya berangkat bersama dengan keempat teman saya tadi selepas senja, dengan bekal beras, mi instan, ikan asin, dan gula kopi kami berangkat menuju bukit batu di tengah gelapnya malam. Untung saja alam bersahabat dengan munculnya sang bulan. Perjalanan dari desa Pakumbang menuju bukit batu pertama melewati ladang penduduk. Beberapa kali kami ketemu dengan babi hutan. Warga di sini juga masih sering ketemu dengan pelanduk, dan kalau beruntung ketemu pula dengan beruang. Kalau ular masih sangat banyak.
Bukit batu adalah sumber air bersih bagi warga Pakumbang, sudah ada instalasi pipa dari bukit ini sampai ke desa dengan panjang sekitar 4 km. Sayangnya banyak yang bocor, dan debit airnya tidak dimanfaatkan secara maksimal padahal kualitas airnya sangat bagus.
Dalam perjalanan ini kami putuskan untuk menginap di setangah perjalanan. Kebetulan kami membuat camp darurat di pinggir sungai yang airnya sangat jernih. Saya dan
di dalam gua bukit batu
di dalam gua bukit batu
Sibar membuat perapian, Firman, Ramos dan Sekundus menyiapkan camp. Setelah api mulai nyalan dan camp selesai, saya mulai memasak nasi dan mie instan, Firman dan Sekundus mencari tengkuyung di sungai. Tengkuyung adalah keong yang ada di sungai. Banyak sekali tengkuyung yang di dapat teman-teman ini. Setelah kami rebus tengkuyung ini kami nikmati sebagai pendamping  nasi dan mie instan ditemani pula dengan alunan gemercik aliran sungai yang sangat bersih dan suara-suara nokturnal, hewa-hewan malam.
Akhirnya jamuan malam kami tutup dengan minum tuak, inilah minuman khas dayak. Kami meminum tetap dengan kontrol diri masing-masing, jangan sampai alkhohol menghambat kemampuan fisik kami. Tuak dalam jumlah yang tepat dapat membantu tubuh menjadi lebih hangat dan yang paling penting nyamuk-nyamuk di hutan ini tidak mau menggigit badan kami yang darahnya sudah tercampur dangan tuak.
Kami tidur dengan atap tenda darurat, sleeping bag yang saya bawa dibuka untuk menjadi selimut kami berempat. Tengkuyung dan tuak membuat kami tertidur pulas sampai subuh …..
Subuh kami melanjutkan perjalanan, dari sungai ini kami menaiki bukit dengan kemiringan yang sangat ekstrim. Harus pandai-pandai mencari pengangan akar atau batang pohon agar tidak jatuh. Sekundus yang sudah menguasai medan di sini memang sengaja mengambil jalan pintas sehingga kami berjalan tidak melewati jalan normal tetapi potong kompas.
di depan batu besar
di depan batu besar
Sepanjang perjalanan kami banyak menemukan gua, bahkan ada gua yang sangat indah dengan pemandangan ke bawah yang sangat bagus. Kami semua kompak dan setuju bahwa gua ini cocok dijadikan Gua Maria. Kenapa Gua Maria karena tempat yang sangat tenang, pemandangan yang sangat indah, ada rute jalan yang sangat cocok untuk rute jalan salib dan yang paling penting hampir 100% masyarakat di sekitar sini adalah pemeluk agama Katholik Roma dengan Bunda Maria sebagai pelindungnya.
Jam 8 pagi kami sampai di puncak bukit batu, pemandangan dari sini sangat indah. Desa Pakumbang kelihatan sangat jelas. Kami agak lama menikmati pemandangan di sini. Kami sangat puas, karena sebelumnya beberapa warga kampung sempat sangsi kalau saya bisa sampai di bukit batu dengan potong kompas. Bukit ini terkenal angker dan jarang sekali orang di luar dayak ahe / kanayatn bisa sampai puncak dengan potong kompas.
Setelah siang kami turung dengan cepat, kami harus mengejar waktu agar dapat mengikuti Ibadah Minggu di Gereja Katholik Pakumbang. Sampai di kampung banyak orang bertanya-tanya tentang perjalanan kami, setelah saya tunjukkan foto saya di atas bukit batu akhirnya masyarakat percaya dan salut atas keberhasilan kami sampai di puncak bukit batu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar